Player

Wednesday, November 27, 2013

MEDIA X SUBKULTUR

Pada kesempatan kali ini saya akan coba membahas tentang relasi antara Media dengan Subkultur. Apabila ditelusuri dengan baik, hal ini berhubungan dengan 2 hal yang telah kita bahas sebelumnya, yaitu mengenai Representasi, dan Kekuasaan. Disini kita akan kembali membahas tentang bagaimana media dapat mengkonstruk sebuah realita, dan bagaimana kepentingan-kepentingan yang lebih tinggi dapat mengubah suatu prespektif media.
Sebelum memulai pembahasan, terlebih dahulu saya akan menelusuri apa itu Subkultur.

M. Brake mendefinisikan Subkultur sebagai "Berbagai sistem makna, bentuk ekspresi, atau gaya hidup yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok dalam posisi struktur subordinat ketika menghadapi sistem-sistem makna yang dominan"

Sedangkan Dick Hebdige berpendapat bahwa Subkultur menentang ideologi dominan, hegemoni, dan norma-norma sosial melalui bentuk-bentuk resistensi yang simbolik. "Gaya" subkultur ini sendiri dikonstruk melalui kombinasi antara cara berpakaian, genre musik yang dinikmati, tata rias wajah, serta sikap terhadap narkotika.

Sebagai contoh, kita dapat melihat kelompok Harajuku di Jepang, atau Goth di Amerika. Masing-masing dari mereka memiliki cara mereka tersendiri untuk mencitrakan siapa dirinya. Perlahan-lahan, orang yang memiliki pandangan yang sama pada akhirnya akan bergabung sehingga akhirnya diakui sebagai sebuah subkultur.

Namun pada zaman sekarang, kita sudah dapat dengan mudah menemukan komunitas-komunitas Harajuku, atau tree-hugger (pencinta alam) di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bagaimana ini bisa terjadi? Media.
Tidak hanya sebagai medium, Media juga membantu pembentukan citra-diri. Berbagai genre musik, isu-isu sosial, hingga artis papan atas disiarkan oleh media ke seluruh penjuru dunia. Mereka menargetkan kaum-kaum muda yang dianggap masih dalam tahap pencarian jati diri sebagai sasaran utama program-program mereka. Namun tanpa disadari, walaupun Media terkesan membantu menemukan jati diri, dibalik itu semua tujuan media tentu saja komersil. Dengan menyiarkan musik Rock, media membantu membentuk komunitas pencinta musik, dimana diharapkan mereka akan membeli CD original artis tesebut sebagai tanda dukungan mereka terhadap artis tersebut. Banyak contoh lain, seperti tiket bioskop, merchandising, dll.


Fenomena ini sempat dibahas pada tahun 1973 oleh Stuart Hall, seorang ahli Kajian Budaya asal Inggris. Dalam essaynya, ia menyebutkan bahwa Konsumen Media diberikan pesan-pesan yang diinterpretasikan dalam cara-cara yang berbeda sesuai dengan latar belakang kultural seseorang, kapasitas ekonominya, serta pengalaman pribadinya. Pemirsa ini pulalah yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengubah pesan-pesan tersebut melalui aksi kolektif.

Wednesday, November 13, 2013

INDONESIA X UK. How Will We Say No to Drugs?



Permasalahan mengenai Narkotika dan Obat-obatan terlarang atau yang disingkat Narkoba bukanlah hal yang asing di telinga kita. Masalah ini memang sudah mulai marak diperbincangkan sejak bertahun-tahun yang lalu, namun masih belum ada penyelesaian yang pasti atas masalah Narkoba ini. Bahkan dibeberapa negara didunia, penggunaan Narkoba sudah menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari atau lifestyle.

Masalah mengenai Narkoba ini pun memancing timbulnya berbagai gerakan anti-Narkoba di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun apabila diperhatikan dengan saksama, tiap kampanye memiliki jenis pendekatan yang berbeda-beda, baik dari segi target audience, kelas sosial, kebudayaan, hingga spiritual. 

Berbagai pendekatan ini tentunya memiliki dasar yang kuat dan pada umumnya, pendekatan-pendekatan inilah yang dianggap paling merepresentasikan pandangan suatu negara terhadap isu tertentu, atau dalam konteks kali ini, Narkoba. Berbagai faktor mempengaruhi perbedaan-perbedaan ini, namun hal utama yang paling membuat perbedaan adalah perbedaan ideologi antara suatu kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tentunya para junkies memiliki pandangan yang berbeda mengenai Narkoba apabila dibandingkan dengan para Dokter, lain pula halnya dengan para penegak hukum.

Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba mengangkat perbedaan cara representasi gerakan anti Narkoba dari sudut pandang kebudayaan yang berbeda, yaitu dari sudut pandang suatu kelompok dari Badan Narkotika Nasional dari Indonesia, dan dari sudut pandang lembaga EGAR (Educational Games and Resources) dari UK. Kedua lembaga ini berasal dari kelompok yang berbeda, baik dari segi ideologi, target audience, dan terutama kebudayaan. Badan Narkotika Nasional Indonesia sendiri sudah dikenal sebagai lembaga utama yang mengurus dan memperhatikan seluruh hal mengenai Narkoba, baik penggunaan, hingga penyalahgunaan Narkoba. Lain halnya dengan EGAR. Lembaga ini menargetkan kampanye-kampanye mereka untuk target audience yang lebih muda, yaitu anak-anak, remaja, hingga young-adult, dengan harapan bahwa mereka bisa mencegah anak-anak dari pengaruh Narkoba sejak dini.
BNN

Badan Narkotika Nasional terlihat lebih vulgar dalam merepresentasikan pandangan mereka terhadap Narkoba. Mereka tidak segan-segan menggunakan ilustrasi jarum, asap, dan benda lain yang dikaitkan dengan Narkoba untuk menimbulkan efek seram dan menakutkan. Mereka menggambarkan Narkoba sebagai barang haram yang berasal dari dunia "gelap", bahkan terkadang mengaitkan Narkoba dengan iblis atau setan. Tagline-tagline yang mereka gunakan pun sering membawa-bawa kata Neraka, Akhirat, dan sebagainya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pandangan mereka bahwa masyarakat Indonesia benar-benar menjunjung tinggi nilai keagamaan, dan kita semua takut akan apa yang terjadi setelah kita meninggal nanti. Kata-kata yang mengancam ini dirasa lebih efektif untuk menimbulkan emosi yang mengakibatkan rasa takut untuk menggunakan Narkoba. 

EGAR
Lain halnya dengan pendekatan yang dilakukan oleh EGAR. Untuk mencapai target audience mereka yang masih relatif muda, mereka merepresentasikan pandangan mereka dengan lebih sederhana dan terlihat lebih subtle, namun tetap dilengkapi pesan singkat yang efektif. Seperti yang kita ketahui bersama, masyarakat di negara-negara Barat kurang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan mereka. Tidak sedikit orang tua yang membesarkan anaknya tanpa dilandasi suatu kepercayaan tertentu. Oleh karena hal ini, EGAR memutuskan untuk menggunakan pendekatan lain dalam kampanyenya, yaitu dari segi hukum. Walaupun negara mereka tidak terlalu menjunjung tinggi agama, namun mereka lebih dikenal sebagai masyarakat yang patuh akan hukum-hukum yang berlaku. Mereka akan lebih segan berurusan dengan hukum dibandingkan berurusan dengan Tuhan. Oleh karena itu, Lembaga EGAR menekankan pada fakta bahwa Narkoba adalah barang yang Ilegal, dan dengan menggunakannya, Anda dapat dijebloskan ke dalam penjara.


Dengan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap suatu isu tertentu, dan mereka akan menggunakan pendekatan yang mereka anggap paling merepresentasikan pandangan dan ideologi mereka. Dalam contoh ini, dapat terlihat bahwa masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religi dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan tampaknya pendekatan yang paling efektif adalah dengan menimbulkan rasa takut di benak mereka. Sungguh disayangkan betapa masyarakat Indonesia  masih memilih untuk hidup di bawah rasa takut akan hal-hal yang dianggap "berbeda" dan tidak sesuai dengan ideologi mereka.

Thursday, November 7, 2013

Media Massa


Kita semua pasti sudah sangat familier dengan istilah Media Massa. Setiap hari kita secara langsung maupun tidak langsung pasti terekspose ke media massa. Koran, majalah, hingga televisi merupakan contoh media massa yang paling umum kita temui sehari-hari.

Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas beberapa istilah yang berkaitan erat denga media massa.


Ideologi: Ide-ide tentang cara operasi hubungan kekuasaan (power relations) dalam budaya dan masyarakat

Setiap media memiliki ideologinya masing-masing. Ideologi inilah yang akan menentukan kemana dan bagaimana suatu informasi akan disampaikan ke khalayak luas. Perbedaan ideologi nantinya akan mengakibatkan perbedaan pandangan terhadap suatu isu tertentu.


Bentuk: Cara media membentuk produk-produk, seperti film atau koran

Setiap informasi yang hendak disampaikan tentunya memiliki bentuk medianya tersendiri agar dapat tersampaikan dengan baik. Sebagai contoh, untuk mempromosikan sebuah band, tentunya mereka akan menggunakan Radio sebagai media untuk memperkenalkan lagu band tsb, dan membuat Music Video untuk media visual spt TV dan internet.



Narasi: Aspek bentuk yang berkaitan dengan konstruksi cerita dan drama

Sebuah kisah atau iklan tentunya membutuhkan narasi agar pesan yang dimaksud dapat diterima dan tersampaikan dengan baik.



Genre: Fakta bahwa sebagian besar produk media terbagi ke dalam berbagai kategori atau tipe

Informasi, berita, dan benda dapat dikategorikan kedalam beberapa tipe yang masing-masing berfokus pada hal yang berbeda. Sebagai contoh dalam dunia perfilman terdapat genre Horror, Romance, Thriller, atau Comedy. Demikian juga dalam musik terdapat Genre Rock, Pop, Dangdut, Metal, dsb.


Representasi: Presentasi media terhadap berbagai kelompok sosial yang dikategorikan dengan banyak cara - antara lain gender, etnisitas, umur, dan kelas sosial.

Media dapat digunakan untuk mewakili sebuah golongan tertentu atau kepentingan tertentu. Dengan media, mereka dapat membangun citra yang hendak mereka bentuk di hadapan masyarakat.

Tidak hanya mencakup tipe-tipe spesifik (wanita-wanita tua) tapi juga tipe-tipe kolektif (kaum berusia lanjut), dan mungkin institusi/ kondisi 9usia lanjut, rumah orang berusia lanjut)

Semua ini dapat direpresentasikan, sering kali secara berulang dan dapat mengkomunikasikan makna-makna dominan


Audiens: Kelompok orang yang mngkonsumsi produk-produk media



Institusi: Organisasi-organisasi yang menjalankan dan mengontrol media

Modal Budaya

Kali ini saya akan coba membahas Modal Budaya, dan beberapa embel-embel lainnya~

Modal Budaya
Dengan adanya modal budaya, individu dapat membentuk subjektivitas berdasarkan oposisi pada nilai-nilai yang dominan, atau yang sering disebut: "Temukan kekuatan dengan menjadi 'berbeda'" - Fiske, 1987

Terdapat beberapa subjenis modal budaya:
- EMBODIED :
didapatkan secara sadar, atau diwarisi secara pasif (tradisi)
- OBJECTIVIED :
benda fisik yang dimiliki (buku, artefak, karya seni)
- INSTITUTIONALIZED
didapatkan melalui pengakuan institusi (qualifikasi akademik)


Jenis - jenis modal:
1. Modal ekonomik: Uang
2. Modal Sosial : dibentuk melalui proses hubungan sosial dalam kelompok & masyarakat yang lebih luas
3. Modal Simbiolik : Memiliki wujud prestige & pribadi (wibawa, kharisma)


Cultural Capital: 
Seperti kekayaan ekonomi, kepemilikan budaya dan kekuatan simbiolis juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial - Pierre Bourdieu 1984

Culture is multi discursive - Tidak ada pengertian spesifik yang dapat diterapkan di semua hal sekaligus, harus disesuaikan dengan konteks. 

Budaya sebagai konsep historis: Memakai contoh hasil dari berbagai percobaan.



Hegemony: kemampuan kelas-kelas dominan untuk menguasai praktek sosial & budaya, dengan tujuan mempertahankan kuasa mereka atas arahan ekonomi, politik, dan kultural dalam suatu kehidupan bernegara.

Hegemoni tidak memaksa orang mengikuti apa kemauan mereka, tapi mereka membeberkan fakta-fakta yang masuk akal.

Hegemoni beroperasi di alam sadar dan representasi, keberhasilannya ditentukan saat keseluruhan sosial, kultural, dan pengalaman individual sudah mampu dibuat masuk akal dalam konteks yang sudah disiapkan oleh para penguasa


Power:Marxism: kekuasaan berasal dari daya produksi, kemampuan sebuah kelompok masyarakat tertentu untuk memproduksi barang dan jasa tertentu, sistem dominasi dan represi.

Sunday, September 29, 2013

PANDUAN UNTUK ME-REVIEW FILM DOKUMENTER "CONSUMING KIDS"


Diskusikan film ini dalam essay sebanyak 2 lembar, Times New Roman 12, spasi 1.5, dengan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:


Mengapa kemampuan dan pengaruh berbelanja oleh anak-anak meningkat? Bagaimana media memiliki peran dalam hal ini? Apakah penggunaan media yang berlebihan harus dibatasi? Dapatkah kita mendeteksi sebuah problema disini? Bagaimana teknologi baru seperti internet, telepon genggam, dan media sosial membuat anak-anak menjadi lebih rentan terhadap pesan komersil lewat iklan? Menurut Anda, apakah manusia dapat diubah, dari usia yang sangat muda, menjadi "konsumen seumur hidup"? Apakah harus ditetapkan keterbatasan moral atas pendekatan para penggerak pemasaran terhadap anak-anak? Bagaimana hal ini dapat dilakukan?


UPDATE: Margin Top-Bottom : 2,5 ; Left-Right : 3

DOWNLOAD E-BOOK: COMMUNICATION, CULTURAL AND MEDIA STUDIES: THE KEY CONCEPTS

Buku ini merupakan salah satu bahan Ujian Tengah Semester.

File bisa di download di sini






Wednesday, September 25, 2013

ISU, PERANAN MEDIA, DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONSUMEN

Contoh Issue #1 - Net Income Lady Gaga - Penyanyi



May 2011 to May 2012 Earnings: $52 Million
May 2010 to May 2011 Earnings: $90 Million
May 2009 to May 2010 Earnings: $62 Million
source: Forbes.com

Pada 22 Juli 2013 lalu, Lady Gaga duduk di posisi pertama Forbes' List of Top-Earning Celebs Under 30 dengan total pendapatan sekitar $80 M as of June 2013. Jumlah ini pun belum termasuk hitungan perkiraan penghasilan separuh dari Born This Way Ball Tour yang terpaksa dibatalkan akibat cedera pinggul yang dialaminya awal Januari lalu.
Pendapatan ini sebagian besar berasal dari Tour, penjualan album, merchandise, hingga promosi social media ataupun produk.

Sebagai seorang artist, Media sangat berperan penting dalam menentukan dan membentuk image Lady Gaga. diawali dengan dandanan nya yang khas dan berbeda, hingga kontroversi yang ia timbulkan, Lady Gaga berhasil memanfaatkan media sebagai sarana mendapatkan penghasilan. Lewat media pula nama Lady Gaga mulai terangkat dan akhirnya dikenal di seluruh penjuru dunia, sehingga membantu penjualan album dan merchandise. Dengan media yang menggambarkan Gaga sebagai the next Queen of Pop, audience jadi ikut tertarik dan penasaran hingga pada akhirnya ikut membeli dan menikmati karya Gaga yang fenomenal.


Beautiful, Dirty, Rich indeed



P.S. Don't forget to Pre-order ARTPOP on iTunes, and get her latest single "Applause" instantly:







Contoh Issue #2 - Game of Thrones Merchandising

Game of Thrones 4D Puzzle
Source: HBO Store: Game of Thrones

Game of Thrones adalah salah satu serial TV yang paling booming akhir-akhir ini. Serial fantasi ini ditayangkan di stasiun TV HBO, dan akan menginjak season ke empatnya pada awal tahun 2014 mendatang. Serial TV ini mengadaptasi dari serial novel karya George R. R. Martin, yang bertajuk "A Song of Ice and Fire". Sejak awal kemunculannya, serial ini langsung menjadi instant hits, memenangkan berbagai awards, dan memiliki fanbase yang tersebar diseluruh dunia. HBO melihat hal ini sebagai opportunity yang sangat bagus untuk mengeksploitasi kepopuleran serial Game of Thrones untuk meraup keuntungan yang lebih banyak lagi. Hal ini dilakukan dengan launching berbagai macam merchandise yang berhubungan dengan serial ini.

Berbagai jenis merchandise diluncurkan oleh HBO, mulai dari mug, keychain, mousepad, magnet kulkas, collectible statues, replika peta Westeros, Beer, hingga replika dari "Iron Throne" yang legendaris (seharga $30.000!). Sampai saat ini, terdapat 386 jenis merchandise Game of Thrones yang berbeda di situs official HBO, belum termasuk berbagai merchandise produksi luar yang mengambil lisensi dari HBO. Harga barang-barang tersebut pun tidak murah. Bisa Anda bayangkan berapa besar keuntungan yang diraih oleh HBO lewat kepopuleran serial Game of Thrones ini.



Apa yang terjadi hingga orang bisa tahu dan menjadi tergila-gila akan serial ini? Media.


Media Televisi merupakan media yang paling efektif untk menjangkau area yang luas. Semua orang menonton TV. Selain TV, media lain juga berperan dalam penyebaran virus Game of Thrones ini, seperti majalah perfilman, blog, hingga social media. Hal ini yang kemudian memicu para fans Game of Thrones untuk show-off, menunjukkan kecintaannya pada serial tersebut. Mereka butuh self-actualization, yang kemudian mereka salurkan dengan membeli merchandise GoT. Banyaknya pilihan merchandise juga memacu sifat konsumtif kita, karena pastinya kita tidak akan puas hanya dengan memiliki satu jenis merchandise. We might go Rampage, and HBO sees us as the best source of income
And I'm rooting for House Targaryen. GO DAENERYS

Visit the official Game of Thrones Store here: HBO Store: Game of Thrones

KRITIK IKLAN: INDOCAFE COFFEEMIX

Pada kesempatan kali ini, saya ingin mencoba mengkaji sebuah iklan produk minuman kopi sachet lokal. Iklan ini diletakkan pada cover belakang majalah TOTAL FILM INDONESIA #24, Edisi November 2011. Gambarnya terdapat di bawah ini

Indocafe Coffeemix
Iklan yang saya pilih adalah iklan INDOCAFE COFFEEMIX 3 in 1. Iklan ini merupakan one-page ad dan terletak di cover belakang majalah. Iklan ini memiliki layout yang simple, menampilkan foto full-body seorang wanita Indonesia berumur 20an sebagai ballerina di latar hitam pekat. Ballerina tersebut tampak sedang menari balet, dengan satu kaki diangkat di udara, seperti hendak melakukan pirouette. Pakaian dan tutu ballerina tersebut memiliki motif batik tradisional Indonesia, rambut ballerina dibuat bunhead. Terdapat teks "The perfect mix between international class and Indonesian taste."dengan font putih disebelah gambar ballerina. Gambar produk diletakkan di pojok kanan bawah dengan tagline The Perfect Mix dengan font berwarna cokelat. Logo Indocafe terletak di pojok kiri atas dengan ukuran kecil.

Pada permukaanya, iklan ini menggambarkan Indocafe Coffeemix sebagai produk yang berkelas Internasional, namun tetap dengan cita rasa tradisional yang sangat sempurna untuk lidah masyarakat Indonesia. Iklan ini secara tidak langsung mengemukakan bahwa dengan meminum produk Indocafe, akan menaikkan cita rasa dan kelas seseorang, sehingga seakan-akan konsumen adalah seorang penikmat kopi berkelas dan memiliki cita rasa yang tinggi.

Dengan layout yang simple dan background hitam, desainer berhasil memunculkan kesan mewah dan berkelas. Pemilihan balet yang memberikan kesan anggun juga mendukung konsep mewah dari iklan ini. Menurut saya, pembuat iklan ingin menciptakan kesan bahwa minum kopi sachet pun dapat terlihat mewah dan berkelas. 

Melihat keseluruhan iklan, saya mendukung dan berpendapat bahwa iklan ini cukup berhasil menarik perhatian. Seperti yang kita ketahui, sebagian besar penikmat kopi adalah kaum Pria, dan umumnya mulai remaja ke atas, sehingga pemilihan perempuan muda yang cantik sebagai attention point dari iklan ini cukup sukses membuat pembaca majalah berhenti untuk melihat. Ide menggabungkan balet yang merupakan tarian internasional dengan batik Indonesia juga saya rasa cukup menarik dan efektif, karena dapat secara langsung menunjukkan bahwa produk ini merupakan produk asli dari Indonesia. 


DECISION: I'm a preferred reader!

KONSEP UTAMA MEDIA: PART 2

I'm backkkkkk and now it's time to pick up where we left. Saya akan membahas 2 poin terakhir dari 4 konsep utama media.


3. Media mengutarakan ideologi dan pesan - pesan yang bersangkutan dengan norma

Apakah ideologi itu? Ideologi bisa berarti rangkaian asumsi kita tentang dunia, yang membentuk bagaimana kita berpikir mengenai persoalan yang kita hadapi, seperti peran gender, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Ideologi bersifat pribadi dan kolektif: Setiap orang memiliki ideologi masing-masing, dan bersama orang lain yang memiliki ideologi serupa, mereka akan membentuk sebuah kelompok. Ideologi inilah yang kemudian dijadikan tolak ukur, yang kemudian membentuk norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Apakah Anda pernah bertanya-tanya, ideologi apa yang dipegang oleh media yang menyiarkan sebuah berita? Dengan perbedaan ideologi, tentunya cara mereka menyampaikan sebuah permasalahan akan berbeda pula. Sebagai contoh, apabila sedang membahas isu film terbaru, tentunya majalah perfilman akan memberikan lebih banyak informasi daripada majalah fashion remaja. Hal ini pula yang kemudian menimbulkan Preferred (Pendukung) dan Oppositional (Penentang) Reading, yakni perbedaan opini yang dimiliki oleh masyarakat dalam menghadapi suatu isu tertentu.


4. Media adalah bisnis yang memiliki kepentingan komersil yang mencari audience yang tepat sebagai konsumen/pembeli

Setiap bisnis sudah memiliki marketnya tersendiri. Sebagai contoh, bisnis perfilman Hollywood sekarang sudah merajai bioskop-bioskop tak hanya di America, namun di seluruh dunia. Dengan target audiens yang tepat, pembuat film-film ini dapat dengan mudah "mencuci otak" para penontonnya untuk membeli berbagai macam merchandise dari film-film favorite mereka. Tak sedikit orang yang rela mengocek kantong hingga jutaan rupiah demi sebuah action figure tokoh favorit mereka.

Saya sendiri mengakui bahwa saya juga seorang "korban" media. Dari EMPAT album yang di rilis oleh penyanyi asal Amerika, Vanessa Carlton, penyanyi yang naik daun berkat lagu hits-nya A Thousand Miles, sampai saat ini saya memiliki sekitar DELAPAN PULUH CD Vanessa Carlton yang berbeda, baik berbeda negara perilis, CD single yang tidak dirilis di Indonesia, hingga promotional CD yang tidak dijual bebas dipasaran. Mungkin bila ditotal, saya sudah menghabiskan hampir 10 juta Rupiah untuk koleksi saya ini (Belum termasuk Kaset, Poster, memorabilia, bahkan CD dari beberapa artis lain seperti Regina Spektor, Florence + the Machine, Ellie Goulding, Lady Gaga, etc.)

Bayangkan bila media tidak memperkenalkan saya kepada Vanessa Carlton. I'll be 10mil richer now.

P

Thursday, September 19, 2013

KONSEP UTAMA MEDIA: PART 1

Terdapat 4 konsep utama tentang media:

1. Media mengkonstruk atau membangun realita
2. Media memiliki bentuk, kode, dan konvensi / kebiasaannya tersendiri
3. Media mengutarakan ideologi dan pesan - pesan yang bersangkutan dengan norma
4. Media adalah bisnis yang memiliki kepentingan komersil yang mencari audiens yang tepat sebagai konsumen/pembeli

Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas secara singkat poin pertama dan kedua dari konsep tersebut. Mungkin bahasan kali ini akan sedikit dikarenakan keabsenan saya pada perkuliahan di hari tersebut. yea well, i'll just try


1. Media mengkonstruk atau membangun realita

Pastinya anda semua pernah menyaksikan sebuah wild documentary mengenai kehidupan di alam liar, bagaimana media mengesankan betapa berbahaya dan buasnya kehidupan para hewan di sana. Kita diajak menyaksikan bagaimana seekor singa memangsa seekor rusa yang sedang minum di sungai. Bagaimana seekor pejantan berkelahi dengan sesamanya hanya karena seekor buruan.

Mengapa mereka menayangkan adegan seperti ini? Apakah adegan yang berdurasi beberapa menit ini cukup menyimpulkan kehidupan di hutan belantara?

Semua kembali pada tujuan awal media tersebut menayangkan film dokumenter ini. Mereka berusaha membangun pencitraan bahwa hutan rimba adalah tempat yang berbahaya, bahwa singa adalah binatang buas yang mengerikan.

Dan mereka berhasil.

Contoh lain yang sering kita saksikan sehari-hari adalah bagaimana kita menilai "kecantikan". Iklan - iklan shampoo di TV sudah cukup berhasil mencuci otak kita, bahwa sebagai orang Asia, cantik berarti memiliki rambut hitam panjang lurus yang lebat, kuat, dan bersinar.

Lalu, apakah perempuan berambut ikal dan kemerahan tidak cantik?


2. Media memiliki bentuk, kode, dan kebiasaannya sendiri

Setiap media tentunya memiliki caranya masing-masing agar pesan yang mereka miliki dapan tersampaikan dengan maksimal kepada para target audiensnya. Oleh karena itu, sang pemilik pesan harus cermat dalam memilih media apa yang akan ia gunakan untuk menyampaikan pesannya. Sebagai contoh, media televisi akan menekankan pada aspek audio visual, media radio akan menekankan pada penggunaan berbagai macam audio, media surat kabar akan menekankan pada aspek visual.

Sebagai contoh, sebuah produk kecantikan wajah sebaiknya menggunakan media TV atau media cetak sebagai medium dalam mempromosikan produknya. Dengan memanfaatkan aspek visual dari kedua media tersebut, pemilik produk dapat menggunakan model berwajah halus dan putih untuk "menghipnotis" para audiens agar membeli produk tersebut. Hal ini juga berhubungan dengan konsep utama media ke 4, yang akan dibahas dalam beberapa hari kedepan.


Remember what Marshall McLuhan told us:


" The medium is the message"